Low Risk Smoking

Selamat datang di blog yang sangat membantu Anda memahami rokok herbal yang saat ini telah banyak membantu orang mendapatkan SOLUSI MEROKOK DENGAN ROKOK

Selasa, 09 Oktober 2012

TEKNOLOGI NANO PADA ROKOK HERBAL



Berita Utama Suara Merdeka (Cyber News)
19 September 2011
Terapi Divine Kretek untuk Kanker (1)

Dokter Singapura pun Sempat Menyerah
Kanker adalah penyakit yang mematikan. Biaya mahal dan pengobatan yang menyakitkan, seringkali membuat orang kehilangan harapan. Dokter Greta Zahar dkk mencoba mengembangkan metode pengobatan alternatif yang unik. 

KELUARGA Agustinus Imam Istiyanto (61) kini agak berlega hati. Mereka gembira melihat perkembangan kesehatan Imam yang menunjukkan tanda-tanda membaik.
Dosen Teknik Industri ITB itu mengikuti terapi balur dan divine kretek di Rumah Balur yang dikelola Dr Greta Zahar (72) di Jl Otista, Jakarta Timur, mulai 11 Agustus lalu.

Pada Oktober 2010, Imam Istiyanto diketahui menderita kanker  jenis Merkel Cell Carcinoma yang dikenal ganas. Upaya pengobatan kemoterapi dilakukannya hingga ke Singapura. Namun dokter di negeri jiran itu menyerah. Keluarga Imam tak mau berhenti mencoba. Pengobatan pun dilanjutkan ke China. Ternyata di Negeri Tirai Bambu itu, juga tidak muncul harapan.

”Pulang dari China akhir Juli lalu, kondisinya menyedihkan. Kakak saya nggak bisa menelan makanan karena mulutnya penuh sariawan. Dia harus diinfus. Levernya bengkak karena bekerja keras menetralisasi kemoterapi. Tubuhnya sangat lemah. Dia sudah benar-benar pasrah,” kata Christiana Retnaningsih, adiknya, yang dosen Unika Soegijapranata itu.
Pada 22 Juli 2011, Retnaningsih mengikuti bincang-bincang Redaksi Suara Merdeka  dengan Prof Dr Sutiman B Sumitro, ahli biologi molekuler  dari Universitas Brawijaya Malang tentang terapi asap kretek (dinamai divine kretek) dan balur untuk penyembuhan kanker.
Terapi ini ditemukan dan dikembangkan oleh Dr Greta Zahar, ahli fisika nuklir lulusan Jerman. Dalam forum itu, Prof Sutiman memberikan latar belakang sainsnya dari terapi balur dan asap divine kretek tersebut.
Banyak orang yang telah terselamatkan dengan metoda tersebut. Termasuk istri Prof Sutiman, Tintrim Rahayu, yang terkena kanker payudara stadium tinggi dan dua kali operasi.
Orang penting lain yang tersembuhkan adalah dr Subagyo, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Malang. Istri Subagyo, yaitu dokter Saraswati, kini satu tim dengan Prof Sutiman dan Dr Greta mengembangkan terapi balur dan divine kretek untuk mengatasi kanker dan berbagai penyakit lainnya.

Retnaningsih merasa beruntung bisa ikut forum di Suara Merdeka. Dari acara itu, dia pun mendapat undangan untuk ikut seminar hari berikutnya, di mana Prof Sutiman dan dr Saraswati tampil di forum yang diikuti banyak dokter dan ahli.
”Saya beruntung sekali karena di forum itu saya bisa berdekatan dengan Ibu Tintrim Rahayu sehingga bisa menggali cerita penderitaannya dan kesembuhannya,” kata Retnaningsih.
Cerita, pengetahuan baru, dan bahan-bahan seminar yang dia dapat itu dikirimkan ke kakaknya di Bandung. Dia merasa senang kakaknya akhirnya mengikuti terapi di rumah balur Dr Greta.

”Pada hari kelima terapi, kondisi kakak saya sudah agak membaik. Perutnya mengecil. Dia sudah bisa jalan agak lama dan menikmati makanan kesukaannya, soto. Sikapnya lebih optimistik dan rasa humornya sudah mulai muncul,’’ aku Retnaningsih.
”Kemarin dia cerita ikut bersih-bersih kamarnya untuk menghilangkan kejenuhan, tapi sambat masih gampang lelah,” kata Retnaningsih,
Dosen Unika yang saat ini mengikuti program doktoral di Fakultas Kedokteran Undip itu menilai, kemajuan yang didapat kakaknya tergolong luar biasa dibanding kondisi awal Agustus lalu. ”Namun jalan yang harus ditempuh masih panjang. Harus sabar dan tetap memelihara harapan,” katanya.

Terapi untuk penyembuhan kanker yang dilakukan di rumah balur itu mengombinasikan tiga cara, yakni balur, asupan asap divine kretek, dan asupan asam amino. Fungsinya untuk meluruhkan dan mengeluarkan radikal bebas, yang menjadi sumber penyakit, dari dalam tubuh penderita,
”Jika penyebabnya sudah bisa diatasi, kita percaya sistem tubuh pemberian Tuhan yang sangat kompleks ini akan melakukan recovery dengan sendirinya,” kata Prof Sutiman.
Menurut Ketua Lembaga Peluruhan Radikal Bebas Malang dr Saraswati, radikal bebas adalah senyawa kimia aktif dalam fase gas dan bermuatan listrik. Jika jumlahnya terkendali, ia bermanfaat untuk menjalankan proses kehidupan.

Sebaliknya, jika dalam keadaan berlebihan, radikal bebas dapat mengganggu dan menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, diabetes, autis, rematik, alergi, dan sebagainya.
Kelebihan radikal bebas itu bisa terjadi, lanjut dr Saraswati, karena proses penuaan, infeksi penyakit, makanan yang kurang seimbang (banyak karbohidrat dan lemak), menghirup udara yang tercemar, mengonsumsi makanan yang terkontaminasi radiasi, serta kemoterapi.

Paling Berbahaya

Secara sederhana, Saraswati menjelaskan, jika kelebihan radikal bebas itu menghantam DNA, maka yang bersangkutan akan terkena autis. Jika yang diserang adalah protein pengendali jaringan pertumbuhan (P53), maka pengendalian jaringan tak berfungsi, terjadilah kanker.
Dan, ketika yang terkena radikal bebas adalah virus, maka virus itu menjadi lebih ganas karena mengalami mutasi genetik.
Di antara radikal bebas itu, Mercuri (Hg) tergolong yang paling berbahaya. Hg dapat dengan mudah memproduksi elektron ke dalam bentuk yang sangat reaktif. Kelebihan Hg radikal bebas akan menyebabkan kanker, autis, shizoprenia, dan berbagai penyakit kelainan genetik.

Menurut Yoshiaki Omura, peneliti dari Jepang, semua sel kanker mengandung Hg di dalamnya.
Dengan latar belakang seperti itu, maka untuk terapi kanker dan penyakit lainnya adalah menetralkan radikal bebas di dalam tubuh manusia, atau mengeluarkannya dengan detoksifikasi.

”Pada prinsipnya, terapi balur, memasukkan asap divine kretek serta asam amino adalah juga detoksifikasi,” kata dr Saraswati.
Asam amino berfungsi melarutkan zat radikal bebas dan membuatnya floating. Sedangkan terapi balur membuat radikal bebas yang floating itu keluar dari tubuh manusia.
Dalam praktik, pembaluran dilakukan di atas lempeng tembaga, karena pada prinsipnya radikal bebas mengandung muatan listrik. Maka, dengan tidur di lempeng tembaga (Cu) yang dibumikan (grounding), proses pengeluaran radikal bebas itu lebih  mudah.

”Zat-zat radikal bebas yang keluar dari tubuh itu akan tampak bercak-bercaknya di lempeng tembaga,” kata Saraswati.
Sejak metoda ini dikembangkan awal tahun 2000-an hingga saat ini, ribuan orang sudah mencobanya untuk berbagai kondisi sakit. Mereka bukan pasien, melainkan relawan, karena mereka merupakan bagian dari penembangan penelitian .
Saat ini Griya Balur tidak hanya di Jakarta, melainkan juga di Malang, Jogja dan juga Semarang yang baru dibuka Juli 2011 lalu. Tidak lama lagi, di Kudus juga akan dibuka. (Anto Prabowo -43)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar